Bersiap Mengejar Ketertinggalan

Hari ini, kita berada di situasi yang diluar kebiasaan  bahkan jauh dari bayangan dan harapan kita. Pandemic Covid 19 tidak bisa dihindarkan memberikan dampak pada semua sektor kehidupan bangsa salah satunya sektor pendidikan. Dampaknya terlihat jelas. Tahapan-tahapan pendidikan yang sedang berjalan  terhenti dengan terpaksa yang menyebabkan rencana-rencana dan target-target pendidikan terganggu. Seluruh elemen pendidikan mulai dari pemangku pemerintahan, guru, siswa dan orang tua siswa harus menerima kenyataan bahwa proses pendidikan tidak dapat dijalankan dengan cara yang sama dengan sebelumnya.

 Pada akhirnya pemerintah memunculkan berbagai rekayasa pelaksanaan tahapan pendidikan, mulai dari sekolah ditutup yang kemudian diganti dengan pembelajaran di rumah, pembelajaran daring-kelas maya, video conference, Peniadaan UN dan lain-lain. Harapannya dengan rekayasa-rekayasa tersebut, proses pendidikan terus berlanjut tidak mandeg apalagi mundur alon-alon.

Namun realita di lapangan bahwa rekayasa-rekayasa yang ditawarkan tetap memberi celah ketidakpuasaan akan hasil yang akan diperoleh. Beberapa pengamat memberikan masukan akan kemungkinan ketidakefektifan model pelaksanaan pendidikan yang ditawarkan pemerintah. Selain itu kegamangan penggunaan teknologi, keterbatasan fasilitas dan realita ekonomi peserta didik, dan kehidupan sosial  ikut memberi andil  ketidaksempurnaan capaian tahapan pendidikan Tahun Pelajaran ini.

Selama beberapa bulan ini, metode-metode alternatif dilakukan agar proses pendidikan tetap berjalan sehingga hak peserta didik tetap terpenuhi namun kemudian muncul beberapa pertanyaan; Seberapa lamakah kedaruratan pelaksanaan proses pendidikan ini akan  berlangsung? Sementara itu, para ahli kesehatan tidak bisa memberi kepastian kapan Pandemic ini akan berakhir dan kapan kondisi daerah terdampak Covid 19 bisa aman untuk dilakukannya aktivitas pendidikan. Seberapa sabarkah peserta didik belajar dengan model baru-Pembelajaran dari rumah yang pada akhirnya menuntut siswa belajar dengan teknologi sementara fasilitas seadanya? Dan bagaimana dengan Bapak Ibu guru/ pendidik? Masih begitu banyak pertanyaan-pertanyaan yang tidak tahu siapa yang bisa menjawabnya.

 Bapak Menteri Pendidikan dalam pidatonya beberapa waktu yang lalu dan beberapa Pemimpin Daerah mengatakan bahwa  proses pendidikan akan kembali tetap dimulai pada waktunya atau sesuai Kalender Pendidikan  sekitar bulan Juli tahun ini. Hanya saja belum ada kepastian kapan pembelajaran tatap muka akan dimulai atau kapan sekolah akan dibuka kembali menyelenggarakan proses belajar mengajar.

Seandainya, kapanpun itu sekolah akan di buka kembali maka satu yang harus disadari bahwa ada beberapa ketertinggalan yang dialami oleh peserta didik karena ketidakbiasaan dan ketidaksempurnaan proses belajar mengajar selama beberapa bulan ini, apakah itu ketertinggalan materi pembelajaran, ketertinggalan prestasi, menurunnya motivasi, dan ketertingalan-ketertinggalan yang lain. Bagaimana dan apa yang harus dilakukan oleh pihak-pihak terkait terutama guru?

 Kapanpun sekolah akan kembali normal, kita, dalam hal ini pendidik/guru harus bersiap dari sekarang menyambut kembali normalnya proses pendidikan. Bersiap untuk merencanakan dan melakukan kegiatan-kegiatan pendidikan sehingga menciptakan kuantum-kuantum kompetensi siswa untuk mengejar ketertinggalan-ketertinggalan selama beberapa bulan ini.  Guru, sebagai motor utama harus menjadi garda terdepan melawan dampak covid-19 yang dialami oleh peserta didik. Semangat guru harus sebanding dengan semangat para tenaga kesehatan yang hari ini sedang berjuang. Saat sekolah dibuka kembali berarti guru harus sudah siap menjadi pengajar, konsultan, psikiater, penyuluh dan peran-peran yang lain.

Sebagai pengajar, guru mempersiapkan metode-metode quantum learning sehingga harapannya akan menutupi ketertinggalan-ketertinggalan selama Masa Belajar di Rumah. Dalam peran ini, akan lebih elok seandainya berbagai pihak mendukung guru dalam membantu siswa mengejar ketertinggalannya. Harapannya, beberapa waktu kedepan berikan ruang yang sangat luas buat guru menutupi ketertinggalan, menumbuhkan semangat siswa. Sebagai Konsultan dan psikiater, guru harus bersiap menghadap beragam sisi psikologis siswa pasca Belajar di Rumah, mulai dari permasalahan semangat sampai dengan kondisi ekonomi siswa;  dan sebagai penyuluh, tentu guru harus bersiap mengambil tongkat estafet penanganan Covid 19 di lingkungan sekolah. Bagaimana guru harus mempersiapkan hal-hal untuk penanganan siswa sesuai dengan Protokol Penanganan Covid 19 untuk  memastikan siswa yang datang sehat dan pulangnya pun sehat. Guru juga harus memastikan dirinya sehat.

Dengan berakhirnya proses Masa Belajar di Rumah, kesiapan guru  dalam menyambut dibukanya kembali sekolah akan memberikan keyakinan pada publik – siswa, orang tua, dan masyarakat bahwa kesehatan siswa akan terjaga dan yang pasti kompetensi siswa akan tetap tercapai serta dunia pendidikan akan berjalan dengan baik. Saat sekolah dibuka, publik hanya akan melihat bahwa guru dan sekolah sudah siap menerima kembali para siswa belajar di sekolah.

“Sekolah bukanlah satu-satunya tempat terbaik dalam menuntut ilmu tetapi di sekolah ada hal yang tidak ditemukan ditempat lain yaitu ikatan guru dengan siswa. guru dan siswa-keduanya bukanlah orang tua dan anaknya, bukan kakak dan adiknya dan apalagi suami dan istrinya tapi ikatan mereka di satu waktu bisa layaknya ibu/ayah dan anaknya, kakak dan adiknya. Semoga pembelajaran disekolah cepat berlangsung kembali sehingga tidak akan ada keterlepasan ikatan guru dengan siswanya”

Dyah Kartikaningsih, S.Pd.

Tinggalkan Balasan

× Hay, ada yang bisa kami bantu?