Sebagaimana telah diketahui bahwa hampir satu setengah tahun pandemi melanda Indonesia, yang memaksa semua elemen bangsa berjibaku meraih kemerdekaan dari jajahan musuh tidak kasat mata. Berbagai upaya terus diambil untuk dapat menghentikan pandemi yang disebabkan oleh penyebaran masif coronavirus disease (Covid-19).
Upaya pemerintah guna memutus rantai penyebaran virus Covid-19 yaitu dengan menerapkan kebijakan-kebijakan yang memaksa kita untuk diam, sehingga berbagai sektor terdampak. Salah satu sektor yang terdampak besar adalah pendidikan. Sektor ini mengalami perpindahan sistem yang drastis. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) formal tatap muka dalam kelas beralih pada Google Classroom, Zoom, dan aplikasi edukasi lainnya. Terbatasnya interaksi antara guru dengan siswa menimbulkan berbagai permasalahan dan keluh kesah. Dibalik keluh kesah ini, menyadarkan kita bahwa belum meratanya jaringan listrik dan internet di pelosok negeri. Keadaan tersebut diperburuk dengan pandemi yang tidak menentu, menyebabkan belum cepatnya kemajuan Sumber Daya Manusia (SDM) dan teknologi.
Naik turunnya angka positif pasien covid-19 menimbulkan huru-hara dan gejolak dari masyarakat yang sudah muak menerapkan protol kesehatan, tapi seolah-olah dipermainkan oleh keadaan. Berbagai suara bersahutan mengutarakan pendapat yang menimbulkan kontroversi . Tersebarnya berita hoaks ikut serta memperkeruh situasi yang ada, demikian juga di dunia Pendidikan.
Kurang efektifnya pembelajaran jarak jauh disertai aspirasi memprihatinkan nasib pendidikan generasi muda saat ini. Hal tersebut membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan baru, yaitu Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas, yang didasarkan pada pemetaan zona wilayah dengan berbagai tingkatan krisis. Keadaan tersebut menjadi dasar diperbolehkan atau tidaknya PTM terbatas.
Sangat disayangkan, penulis berada dalam zona merah sehingga pembelajaran jarak jauh masih berlanjut. Protokol kesehatan sudah diterapkan diberbagai sudut sekolah. Hal ini terlihat dengan disediakannya tempat cuci tangan di setiap kelas, himbauan memakai masker dan menjaga jarak terpampang pada dinding, penyiapan ruang kelas untuk sistem pembelajaran terbatas, pengecekan suhu, gebyar vaksin dan penyemprotan disinfektan di sekolah yang dilakukan secara berkala. Singkatnya, sekolah sudah siap melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas, tapi kebijakan pemerintah belum menunjukan itikad untuk melaksanakan PTM secara masal. Meski demikian, aktivitas di sekolah masih bisa dilaksanakan dalam skala terbatas. Tidak semua hal dapat dikerjakan dari rumah, maka dari itu mendatangi sekolah dengan menjalankan protokol kesehatan secara ketat adalah salah satu jalan keluarnya.
Berlakunya pembelajaran jarak jauh sangat memengaruhi pola kebiasaan belajar siswa. Mulai dari kedisiplinan waktu dan berpakaian berubah total. Penyalahgunaan makna pembelajaran terbatas dan libur sekolah harus dipertegas. Tidak sedikit siswa yang mengabaikan tugas karena menganggap hal itu tidak penting. Penyalahgunaan waktu belajar seperti begadang atau bermain game online hingga pagi. Dikarenakan estimasi waktu yang tidak tepat, membuat siswa harus berulang-ulang menyimak pembelajaran melalui video yang guru berikan agar dapat memahami materi. Begitu pula dengan seragam sekolah yang mengalami peralihan, dari berseragam lengkap mungkin sekarang hanya memakai baju rumahan atau jika diperlukan untuk formalitas memakai atasan seragam dan bawahan kolor, salah satu alasan siswa untuk meminimalisir jumlah cucian.
Dengan pembelajaran jarak jauh siswa dituntut untuk mandiri. Siswa harus mandiri dalam mencari berbagai referensi untuk bahan belajar, mandiri dalam memehami materi, dan mandiri dalam mengerjakan tugas. Namun, ketidaksiapan mental siswa membuat para siswa saling bergantung. Dalam kelas ada satu siswa yang berperan sebagai koordinator, yang mengatur kelas dan menjebatani antara guru dengan kelas. Penulis sendiri merasakan sebagai seorang koordinator harus lebih pandai dalam membagi waktu, karena hampir semua informasi yang guru berikan harus diperjelas kembali dengan bahasa yang lebih singkat, karena minimnya minat membaca siswa pada saat ini. Penulis juga merasa heran, padahal guru sudah memberikan informasi yang jelas, tetapi masih saja ada siswa yang mempertanyakan hal yang jelas-jelas jawabannya sudah ada. Dari hal itu, penulis belajar bagaiamana sabarnya seorang guru dalam mendidik siswanya.
Selain pengalaman di atas, sebagai seorang koordinator penulis harus merelakan rumahnya menjadi tempat pengumpulan berbagai LKS dan sebagai sekolah kedua bagi teman-teman. Tapi penulis merasa senang melihat antusias teman-teman dalam belajar bersama, tidak jarang mereka belajar sampai tengah malam. Memang tidak sepenuhnya belajar, terselip obrolan ringan dan lelucon yang menghibur .
Dengan situasi seperti ini, ternyata membuat penulis lebih memahami teman-teman. Berbagai Sudut pandang penulis temukan dari mereka. Ada satu teman jika di kelas dulu dia terlihat pendiam, minat belajarnya juga kurang. Pada saat awal pembelajar jarak jauh dia tertinggal banyak materi dan tugas. Penulis coba melakukan pendekatan atas perintah guru, ternyata dia tertinggal karena tidak adanya ponsel untuk mengikuti pembelajaran. Setelah diberikan solusi oleh guru dia pun mulai mengikuti pembelajaran. Dari situ penulis menemukan sisi lain dari dia, ternyata dia memiliki semangat belajar dan tekad yang kuat. Pada saat itu meskipun rumahnya jauh, dia rela malam-malam datang ke rumah demi mengumpulkan tugas.
Pembelajaran terbatas memberikan kesempatan bagi siswa secara mandiri memegang kendali atas keberhasilan belajar. Siswa bebas menentukan jadwal belajar dan ritme belajar sesuai kemampuan siswa. Penggabungan pembelajaran dengan praktik blended learning, membuat siswa harus memiliki smartphone, kuota, serta sinyal yang mumpuni sebagai penunjang belajar. Penerapan praktek blended learning sangat efektif di tengah pandemi, dengan adanya praktek ini roda pendidikan tetap berjalan. Kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa menjadi bervariasi. Guru dapat menggabungkan berbagai cara penyampaian, model pengajaran, dan pilihan media intraksi antara guru dengan siswa. Adapun praktek blended learning yang saat ini diterapkan yaitu Remote Blended Learning atau Enriched Virtual. Praktek ini mengharuskan siswa hanya menyelesaikan pembelajaran online, sedangkan pembelajaran tatap muka dengan guru hanya sesekali sesuai kebutuhan.
Berubahnya sistem pembelajaran harus dibarengi dengan dukungan orang tua. Namun, minimnya pemahaman keluarga mengenai situasi belajar dalam sistem terbatas mengakibatkan benturan tanggung jawab siswa sebagai seorang pelajar dan kewajiban anak membantu orang tua. Belajar dalam sistem terbatas cenderung dilakukan dalam kurun waktu lama, sehingga membuat siswa menjadi pribadi yang anti sosial dan kencanduan dengan ponsel. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan orang tua agar pembelajaran jarak jauh berjalan dengan efektif dan tidak memberi dampak negatif bagi siswa. Sehingga keterbatasan selama pandemi bukan menjadi penghalang untuk mendapatkan hak belajar dan mendapatkan ilmu pengetahuan.
( Penulis: Su’ainil Hayati Siswa SMAN 2 Banjar)